Takdir bag 54 by Tahniat

Takdir bag 54 by Tahniat. Karina mempersilahkan Sukanya masuk ke kantor Jalal. Jalal berdiri menyambut Sukanya dan mengulurkan tangannya dengan ramah. Sukanya menyambut uluran tangan Jalal dengan sedikit heran, saat mengetahui kalau big bos Singhania Corp masih sangat muda, tampan juga ramah. Jalal mempersilahkan Sukanya duduk. Lalu wawancara pun di gelar secara friendly dan tidak mengintimidasi. Jalal menanyakan semua yang ingin dia ketahui, dan Sukanya mencoba menjelaskan dengan singkat dan akurat. Sebagai seorang yang menyandang gelar MBA dari sebuah college di London pertanyaan-pertanyaan Jalal terlalu mudah untuk di jawab. Pertanyaan yang diajukannya lebih bersifat pribadi dari pada akademis. Setelah semua pertanyaan yang di ajukan Jalal di jawab oleh Sukanya dengan lugas, Jalal bertanya, “kapan kau bisa mulai bekerja?” Sukanya dengan rasa tidak percaya balik bertanya, “apakah saya di terima?” Jalal mengangguk, “ya. Selamat bergabung di perusahaan ini. Semoga pengetahuan dan keahlian yang kau miliki dapat menambah efisiensi kinerja perusahaan ini.”
 
Sukanya mengangguk pasti, “saya akan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya dan tidak mengecewakan anda.” Jalal berdiri dan menjabat tangan Sukanya sambil berkata, “sampai jumpa senin depan.” Saat melepas jabatan tangannya, tanpa sengaja tangan Sukanya menyengol figura di atas meja. Figura itu roboh. Sukanya meminta maaf dan berniat meletakannya kembali diatas meja ketika matanya tanpa sengaja ternampak foto yang di pajang dalam figura itu. Sepintas dia seperti mengenal sosok dalam foto itu, setelah mengamatinya dengan lebih seksama, Sukanya tersentak tak percaya. Melihat wajah kaget Sukanya, Jalal menatap dengan heran, “kenapa?” Sukanya dengan rasa ingin tahu bertanya, “maaf kalau boleh saya tahu, ini foto siapa?”
 
Jalal menatap Sukanya dengan penuh harap, “foto istriku. Apakah kau mengenalnya?” Sukanya terlihat bingung, “apakah namanya Jodha kapoor?” Jalal menahan nafas dan dengan antusia menjawab, “benar. Apakah kau mengenalnya?” Sukanya betul-betul kebingungan, “ya. Tapi….” Sukanya teringat Jodha yang di lihatnya di apartemen Surya, “tidak… tidak mungkin!” Jalal dengan penasaran bertanya, “tidak mungkin apa?” Sukanya menatap Jalal dengan tatapan heran, “tidak mungkin dia orang yang sama. Tapi wajah dan nama…. bagaimana bisa sama? Mustahil kalau seseorang mempunyai wajah dan nama yang sama, bukan?” Jalal mengangguk, “apakah kau pernah bertemu denganya? Dimana? Bagaimana keadaannya?”
 
FF Jodha akbar Destiny2Sukanya memandang Jalal, Jalal balas memandang Sukanya dengan tatapan penuh pengharapan. Nada suaranya yang terdengar begitu antusias mengusik kesadaran Sukanya. Lalu dengan terus terang tanpa ada yang ditutup-tutupi Sukanya menceritakan tentang pertemuannya dengan Jodha di Agra, di apartemen Suryabhan Singh. Jalal bertanya dengan kaget, “Suyabhan Singh? Jonhpur Enterprise?” Sukanya mengangguk, “anda mengenalnya?”
 
Perjalanan Delhi – Agra dengan pesawat terbang hanya memerlukan waktu 45 menit di bandingkan naik kereta api yang memakan waktu 2-3 jam, itu juga kalau mereka tidak terjebak dalam antrian. Begitu mendarat di bandara Agra, Jalal dan Sukanya mencegat taksi dan meminta sopir mengantar mereka ke Agra Colections. Sukanya yakin,  Jodha pasti ada di kantornya. Tapi ketika mereka tiba di Agra Collections, salah satu pegawai di sana memberitahu kalau Jodha pergi keluar dengan Suryabhan singh. Jalal terlihat sangat marah mendengar itu. Tapi Sukanya memintanya untuk tenang dan bersabar. Karena tidak ada gunanya marah-marah. Sukanya mengajak Jalal menunggu Jodha di tko saja. Dari pada mereka mencari kesana kemari, bisa-bisa berpapasan jalan dengan mereka nanti. Sambil menahan emosi, Jalal menyetujui usulan Sukanya.
 
Benar saja, belum 30 menit mereka menunggu, mobil Surya memasuki halaman tokoh. Jalal segera berdiri hendak melangkah pergi. Tapi Sukanya menahan tangannya, “aku mohon anda jangan emosi. Kita bicarakan semua baik-baik.” Jalal tanpa menyahut menepis tangan Sukanya dan bergegas melangkah keluar toko.
 
Surya sedang membantu Jodha menutup pintu mobil ketika tiba-tiba Jalal melayangkan bogem mentah kearahnya. Pukulan yang mendadak itu tidak sempat di hindari Surya. Surya terhuyun kebelakang tapi tak sampai Jatuh. Karena Jodha memegangi tubuhnya. Melihat amarah Jalal, Jodha segera berdiri menegahi. Sukanya berlari kearah Surya dan membantu mengelap darah di hidung Surya dengan saputanganya. Melihat Jodha, Jalal segera memeluknya dan terlupa pada amarahnya. Di peluk sedemikian erat di hadapan banyak orang, Jodha menjadi jengah. Jodha mendorong tubuh Jalal menjauh, hingga pelukannya terlepas. Dengan tatapan setengah kaget, Jodha bertanya, “apa yang kau lakukan?” Jalal dengan mata berkaca-kaca menatap Jodha dan menggumankan namanya, “Jodha..” Tanganya terulur hendak menyentuh wajah Jodha. Tapi Jodha menepisnya. Jalal terlihat sedih dan terluka. Jodha berbalik menatap Surya yang hidungnya masih mengeluarkan darah segar akibat bogem mentah Jalal. Jodha meminta Sukanya membawa Surya kedalam di bantu beberapa pegawai tokoh. Dan tanpa bicara, Jodha meraih pergelangan tangan Jalal dan menariknya agar mengikutinya kedalam. Seperti anak yang penurut, Jalal membuntuti Jodha tanpa bicara sepatah kata. 
 
Di dalam kantornya, Sukanya membantu memegangi saputangan yang di tekankan di bawah hidung Surya untuk menahan tetesan darah. Jodha segera menyentakan tangan Jalal dan menghampiri Surya dengan cemas. Melihat itu, amarah Jalal terbangkit lagi. Dengan tidak sabar dia menarik tangan Jodha menjauhi Surya dan menyembunyikannya di balik punggungnya dengan wapada. Sikapnya terlihat seolah-olah Surya adalah ancaman bagi Jodha. Melihat itu Surya tertawa. Jalal semakin marah, “apa yang kau tertawakan?” Surya mengambil alih saputangan dari tangan Sukanya dan menekan lubang hidungnya, “dirimu, tentu saja. Kau seperti pahlawan kesiangan.” Jalal hendak maju menghajar Surya, tapi Jodha memegangi tangannya, “hentikan, Jalal. Kau salah paham!”
 
Jalal menatap Jodha sebentar lalu berbalik memandang Surya, “salah paham apa? Dia tahu aku sedang mencarimu kemana-mana, tapi dia… dia yang selama ini bersamamu, tau keberadaanmu, tidak mau memberitahu aku. Aku tahu niat buruknya. Dia ingin merebutmu dariku, bukan begitu Surya?” Surya memutar bola matanya dengan jenaka, “menurutmu?” Jalal menepiskan tangan Jodha dan menghambur kearah surya. Begitu juga Surya, tak mau kalah. Dia menyambut jalal. Keduanya berkelahi, saling pukul, saling adu jotos dan berguling-gulingan di lantai. Jodha berteriak-teriak menyuruh keduanya berhenti berkelahi. Begitu pula Sukanya. Tapi kedua pria dewasa yang berkelakukan seperi anak kecil itu tidak mengubrisnya.
 
Dari segi fisik, Suryabhan yang tinggi langsing bukan tandingan Jalal yang bertubuh gempal. Jalal berhasil menduduki perut Surya, tapi tidak bisa menjatuhkan pukulan karena tangan Surya mencekal kedua pergelangan tanganya. Sukanya yang melihat kekasihnya dianiaya sedemikian rupa tergerak untuk membantunya. Dia melihat map tebal di atas meja, lalu dengan sekuat tenaga dia memukul kepala Jalal. Sambil meringis kesakitan Jalal menoleh menatap Sukanya dengan tatapan heran. Surya mengangkat tubuhnya, hingga Jalal yang masih kebingungan terduduk di lantai sambil memegangi kepalanya. Sukanya membantu Surya berdiri dan menatap Jalal dengan rasa bersalah, “maafkan aku, Mr Jalal. Tapi kau menyakiti calon tunanganku. Aku tidak bisa diam saja melihatnya di perlakukan begitu.” Jalal menatap Sukanya dan Surya bergantian, “calon tunanganmu? Suryabhan?” Sukanya mengangguk. Surya mengangkat dagunya sambil memicingkan mata ke arah Jalal. Jodha membantu Jalal berdiri lalu mendudukannya di kursi.
 
Jalal menatap Sukanya dengan penuh tanda tanya, "kenapa kau tidak mengatakannya padaku?” Surya yang menjawab, “kalaupun dia mengatakan padamu apakah kau akan berpikir lagi sebelum memukulku?” Sambil nyenggir manahan sakit, Jalal menyahut, “belum tantu juga. Tapi kau memang sengaja menyembunyikan keberadaan Jodha dariku bukan? Kalau kau berniat baik, kau pasti mengatakannya saat kau bertemu aku di Delhi kemarin.”
 
Surya memutar bola matanya dengan tak percaya, “aku sudah mengatakannya padamu. Kau saja yang tidak paham!” Jalal menatap Surya tak mengeri, “tidak paham apa?” Surya terbelalak tak percaya, “aku kan sudah mengundangmu agar ikut denganku ke Agra? Kau tidak ingat?” Jalal balas melotot, “So?” Jalal teringat kata-kata Surya saat menawarinya agar ikut denganya ke Agra, ~siapa tahu kau menemukan apa yang kau cari disana!~ Titik terang memancar di benaknya, Jalal ganti terbelalak, “dengan kalimat seperti itu, bagaimana aku bisa mengerti?” Surya menyalahkan Jalal, “kalau kau pintar kau pasti mengerti.” Jalal dengan suara merendah berkata, “mungkin aku tidak pintar. Tapi kau kan bisa mengatakan secara terus terang tanpa perlu berteka teki.” Surya menyahut, “bagaimana bisa? Aku sudah berjanji pada Jodha.”
 
Jalal menatap Jodha yang saat itu juga sedang menatapnya. Tatapan Jalal melembut saat melihat Jodha. Tapi Jodha membalasnya dengan tetapan sengit dan bibir yang bertaut rapat. Jalal tidak perduli, dia tetap memandang Jodha dengan sinar mata penuh keriduan dan hasrat terpendam. Di tatap begitu rupa, Jodha merasa jengah. Dan Jodha tidak tahan untuk tidak bertanya, meski nada ketus, “what?” Takdir bag 55 by Tahniat
 
NEXT